Selamat Datang Di Rohmat Hidayat Blog

www.flickr.com
Rohmat Hidayat's items Go to Rohmat Hidayat's photostream
Powered By Blogger

Laman

Selasa, 01 September 2009

Sejarah Kerajaan Islam Sumedang

Sejarah Kerajaan Islam Sumedang
Seorang resi dari galuh datang ke sebuah kawasan dipinggiran sungai cimanuk, derah cipaku, kecamatan Darmaraja, Sumedang sekarang. Kehadiran resi yang bernama Prabu Guru Aji Putih ini, membawa perubahan-perubahan dalam tahta kehidupan masyarakat setempat, yaitu telah ada dan dirintis oleh Prabu agung Cakrabuana sejak abad ke delapan. Secara perlahan-lahan dusun-dusun sekitar pinggiran sungai cimanuk diikat oleh struktur pemerintahan dan kemasyarakatan, hingga berdirilah kerajaan Tembong Agung sebagai cikal bakal kerajaan tersebut di kampong Muhara, Deswa Leuwi Hideung , Kecamatan Darmaraja sekarang. Prabu Guru Aji Putih berputra Prabu Taji Malela. Menurut perbandingan genarasi, dalam kropak 410, Prabu Tajimalela sejaman dengan tokoh Ragamulya (1340-1350) penguasa Kawali dan tokoh Suradewata, Ayahanda Batara Gunung Bitung MAjalengka
Prabu Tajimalela naik tahta menggantikan ayahanda pada mangsa poektaun saka. Menurut cerita rakyat, kepemimpinan Prabu Tajimalela sangat menaruh perhatian pada bidang pertanian di sepanjang tepian sungai Cimanuk, peternakan dipusatkan di Paniis Cieunteung dan pemeliharaan ikan di Pengerucuk (Situraja).
Pada masa kekuasaan pernah terjadi pemberontakan di sekitar gunung Cakrabuana yang dilakukan Gagak Sangkur. Terjadilah perang sengit antara wadia balad Gagak Sangkur dengan Prabu Taji malela dengan kemenangan di Pihak Prabu Tajimalela dan Gagak Sangkur dapat ditaklukan.
Gagak Sangkur menyatakan ingin mengabdi kepada Prabu Tajimalela. Kemudian dilantik menjadi patih. Setelah itu, untuk menyempurnakan ilmunya Prabu Tajimalela meninggalkan keratin untuk melakukan tapabrata, untuk memperoleh petrunjuk dan kekuatan dari yang gaib yang dikiaskan dalam ungkapan ; sideku sinetu tunggal mapat pancaindra, diamparan boeh rarang lelembutan ngajorong alam awing-awang, ngungsi angkeuhan nu can katimu.
Pada saat itulah kemudian ia tiba-tiba mengucapkan kata : Insun Medal Mmandangan yang kemudian menjadi popular dengan sebutan Sumedang. Tahta kerajaan Sumedang larang dari prabu Tajimalela dilanjutkan oleh Prabu Gajah Agung, yang berkedudukan di pinggir kali Cipeles dengan gelar Prabu Pagulingan sehingga daerah tersebut saat ini di kenal sebagai nama Ciguling termasuk wilayah kecamatan Sumedang Selatan. Prabu Pagulingan digantikan oleh putranya dengan Sunan Guling. Ia berputra bernama Ratnasih alias Nyi Rajamantri siperistri oleh Sribaduga Maharaja karena itu yang menggantikan Sunan Guling adalah adik Ratu Ratnasih bernama Mertalaya sebagai penguasa ke empat Sumedang Larang yang juga bergelar Sunan Guling .
Sunan Guling digantikan putranya Tirta Kusumah yang dikenal dengan nama Sunan Patuakan. Kemudian digantikan oleh adiknya Sintawati atau lebih dikenal dengan Nyi Mas Patuakan. Ratu Sintawati berjodoh dengan Sunan Gorenda, Raja Talaga Putra Ratu Simbar Kencana dari Kusumalaya, putra Dea Biskala. Dengan demikian ia menjadi cucu menantu penguasa Galuh
Pada 14 Syafar Tahun Jim Akhir kerajaan Padjajaran runtag (runtuh) akibat serangan laskar ikut runtuh pula, karena sebagai masyarakat sumedang pada waktu itu sudah memeluk Islam. Dengan berakhirnya kerajaan Sumedang , justru Sumedang Larang makin berkembang menjadi kerajaan yang berdaulat penuh.
Sebelum Prabu Siliwangi meninggalkan Padjajaran mengutus empat oaring Kandagalante : Jayaperkosa , Sanghyang Hawu, Terong Peot, dan Ngagana untuk menyerahkan amanat kepada Prabu Geusan Ulun, yaitu pada dasarnya kerajaan Sumedang larang supaya menjadi penerus Kerajaan Padjajaran Mahkota dan atribut kkerajaan Padjajaran dibawa senopati Jayaperkosa dan diserahkan kepada Prabu Geusan Ulun yang merupakan legalitas kebesaran Kerajaan Sumedang Larang sebagai penerus Padjajaran.
Prabu Geusan Ulun yang dinobatkan pada 22 April 1578 adalah merupakan Raja Sumedang Larang Terakhir, karena setelah itu Sumedang Larang berada dibawah naungan Mataram. Pangeran Ariasuradiwangsa dari Sumedang Larang sebagai penerus Geusan Ulun (Putra dari Ratu Harisbaya) 1620 berangkat ke Mataram untuk menyerahkan Sumedang Larang berada di bawah naungan Mataram. Dengan demikian sejak itulah Sumedang Larang terkenal dengan nama”Priangan” artinya berserah dengan hati yang suci. Kedudukan penguasa Sumedang Larang menjadi Bupati Wedana.
Tahun 1681 Bupati Wedana Sumedang yaitu Pangeran Rangga Gempol III Kusumahdinata yang dikenal dengan sebutan Pangeran Panembahan adalah bupati pertama yang berani menentang pemerintahan VOC, agar kembali dan merdeka dan berdaulat untuk kemudian mempersatukan kembali daerah-daerah sebagian yang pernah dikuasai oleh Pakuan Padjajaran pada jamannya.
Tahun 1811 Bupati Wedana Pangeran Kusumahdinata IX atau dikenal dengan Pangeran Kornel dengan tegas menentang kerja rodi yang dilakukan oleh VOC saat itu dipimpin oleh Gubernur Jendral Herman Wiliwm Dendles . Kerja rodi membuat jalan dan menelan banyak korban mengangkut rempah-rempah. Pristiwa pembuatan jalan ini terkenal sebagai peristiwa Cadas Pangeran.
Tahun 1888 bupati Pangeran Aria Suriatmaja atau dikenal juga sebagai Pangeran Mekah mengungkapkan kepada Belanda , bahwa Belanda harus memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia/Nusantara. Hal ini dapat diketahui melalui literature yang beliau tulis dalam buku dengan judul : “Ditiung memeh Hujan”.
Pada zaman perjuangan kemerdekaan Indonesia di Jawa barat, sewaktu pasukan-pasukan Devisi Siliwangi kembali Hijrah, tepatnya pada tanggal 11 April 1949 terjadi peristiwa-peristiwa bersejarah di Sumedang, di Kecamatan Buahdua dan begitu juga di Kecamatan Situraja, pertempuran melawan tentara Belanda.
Pada era pembangunan mengisi kemerdekaan Indonesia tidak sedikit putra-putri Sumedang telah mengukir namanya dalam catatan tersendiri. Dari catatan tersebut Sumedang dapat disimpulkan sebagai kota yang menyimpan nilai sejarah bangsa dan tidak mustahil Sumedang akan terus melahirkan sejarah selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar